Mupul Taan Tou
"Orang Muda Lembata dalam Karya Gelekat"
Baik buruknya kaum muda adalah cerminan Lewotanah atau kampung halaman. Lembata-Lewoleba kota kecil di ujung Flores negeri para pemburu paus yang sedang viral dengan BBM yang mencekik, membuat resah masyarakatnya hiruk pikuknya masyarakat tidak menghalang semangat kaum muda untuk melakukan hal kecil dengan cinta yang besar. Beberapa anak muda (mahasiswa) yang menamai dirinya komunitas Taan Tou menyelenggarakan kegiatan mupul taan tou dengan tema orang muda Lembata dalam karya gelekat, pada hari Rabu 22 Juli 2020 di Lewoleba-Lembata.
Taan tou sendiri berasal dari rumpun bahasa Lamaholot, taan artinya membuat atau menjadi-kan dan tou artinya satu, jadi taan tou berarti menjadi satu atau bersatu.
Sebelumnya komunitas Taan Tou sudah melakukan beberapa kegiatan sosial, yang sudah tersebar di media sosial.
Menyadari bahwa ada banyak komunitas dan kumpulan anak muda yang ada di Lembata, yang sudah berkarya dalam banyak bidang, maka perlu diberikan apresiasi sekaligus mendengarkan dan melihat apa yang sudah dilakukan selama komunitasnya dibentuk, maka taan tou menyelenggarakan kegiatan yang bertema Mupul Taan Tou "Orang Muda dalam Karya Gelekat" kata mupul dan gelekat juga berasal dari bahasa Lamaholot, mupul yang berarti mengumpulkan atau berkumpul bersama. Sedangkan kata gelekat berarti mengabdi untuk Lewotanah-Leu auq atau kampung halaman. Kegiatan yang diinisiasi oleh komunitas taan tou ini melibatkan beberapa narasumber dari masing-masing komunitas dan pegiat mulai dari pegiat literasi, pegiat lingkungan conten creator, dan front mata merah.
Malam itu, Lembata, di musim yang panas dan penduduknya yang haus bahan bakar minyak, semakin panas seakan ikut membakar semangat moderator, Rivan Sabaleku. Semangat Rivan berkobar-kobar dan sangat pandai merangkai kata dalam membuka acara malam itu ia mengatakan setiap karya yang dihasilkan oleh kaum muda adalah salah satu bentuk ungkapan cinta yang besar kepada Lewotanah/kampung halaman. Walaupun banyak rintangan yang dihadapi dalam berkarya. Baik atau buruknya kaum muda adalah cerminan bagi Lewotanah, olehnya setiap karya mesti dihargai meskipun kecil.
Pembicara pertama Jhon Batafor anggota komunitas taman daun yang diundang sebagai pegiat literasi, memperkenalkan taman daun yang didirikan pada tahun 1987 oleh Bapak Goris Batafor, yang selama ini bergerak di bidang sosial dan pendidikan. Jiwa taman daun sesungguhnya adalah gemohing atau semangat gotong royong. Jhon sendiri berpesan kepada kaum muda agar terus berkarya, saling memberikan dukungan, berbuat kebaikan dan mesti tulus dalam memberi. Pembicara kedua Theresia Willybrorda sebagai pemerhati lingkungan dari komunitas Trans Hero yang sudah lebih kurang satu tahun berada di Lembata. Theresia bersama teman-temannya merasa prihatin dengan lingkungan yang semakin hari semakin penuh dengan sampah plastik. Maka mereka melakukan aksi clean up atau pembersihan satu kali seminggu di tempat-tempat umum seperti pantai, pasar dan tempat wisata. Beliau juga mengajak semua masyarakat Lembata untuk mengurangi penggunaan sampah plastik karena tidak mudah terurai dengan tanah.
Hip-Hop Lembata Fundation sebagai komunitas seni yang diwakili oleh Irsan YD, sekilas tentang HLF yang didirikan pada tahun 2010 lalu dan mengatakan bahwa mereka bergabung bersama teman-temanya karena kesamaan hobi dalam dunia musik, khususnya hip-hop karena dalam dunia hip-hop bebas dalam memberikan kritik, baik kepada pemerintah, orang tua dan juga masyarakat. HLF juga selama sering melakukan joing kegiatan bersama komunitas-komunitas lainya di bidang sosial dan seni. Irsan YD juga mengajak kaum muda untuk berkarya, hal senada juga disampaikan oleh Andre Keriting yang diundang sebagai Conten Kreator dari komunitas Kopral Lembata yang selama ini berkarya di bidang pemotretan, dan mempromosi wisata Lembata dengan foto. Karya adalah investasi dan sebagai kepedulian kita terhadap Lewotanah tercinta ungkapnya di akhiri pembicaraannya.
Pembicara terakhir dari Front Mata Merah (mahasiswa Lembata Makasar merakyat) yang diwakili oleh Abdul Gabur, mengatakan Front Mata Merah dibentuk untuk menyatukan pandangan bersama beberapa mahasiswa di kota Makasar, untuk mengkritisi pemerintahan Lembata atas kebijakan-kebijakan yang diterapkan.
Dalam acara ini juga diselingi dengan pembacaan puisi, stand up comedi dan beberapa lagu yang dibawakan oleh anak muda dari Lembata Akuistik.
Pada akhirnya komunitas-komunitas, organisasu dan kelompok tidak lahir secara kebetulan tetapi atas keresahan atau kegelisahan yang dirasakan dan ketimpangan sosial di tengah masyarakat. Komunitas dibentuk untuk saling bersinergi agar kita kuat, agar kita saling mendukung dan menopang dalam berkarya. Satu komunitas tidak bisa berjalan sendirian mesti bersama-sama. Mari bergandengan tangan dan berkarya untuk Lewotanah kita tercinta.
Tanpa pengabdian pengetahuan akan menjadi celaka.
Salam Taan Tou!
*Tulisan ini pernah dimuat di Ekora NTT.
Comments
Post a Comment