Menenun dengan Semangat Ina Boi
Ket: Aktifitas Menenun Mama YulianaFoto: Dok. Pribadi Milla Lolong
Tenun ikat sudah menjadi prioritas pemerintah, khususnya pemerintah propinsi NTT, di mana ada peraturan yang mewajibkan setiap instansi resmi untuk mengenakan tenun ikat berupa nowing dan kwatek pada hari yang sudah di sepakati dalam surat resmi gubernur NTT (lih:ntt.terkini.com edisi4/4/2019). Masyarakat NTT antusias dan melaksanakan salah satu aturan ini dengan baik. Hal ini juga mempunyai dampak positif bagi orang NTT, yang pertama; kita sedang menhidupkan kembali tradisi orang NTT yang hampir lenyap tergerus globalisasi, di mana terkandung nilai-nilai luhur di dalamnya kedua; menjadi titik terang bagi para pengrajin tenun yang ada di setiap kabupaten masing-masing untuk menghasilkan semakin banyak tenunan yang bernilai ekonomis atau bernilai uang.
Berikut ini adalah kisah kelompok tenun ikat “Ina Boi” yang berada di desa Lewoeleng-Kecamatan Lebatukan-Kabupaten Lembata. Secara umun nama Ina Boi sendiri diambil dari kata ina yang berarti ina, ibu, dan perempuan sedangkan Boi adalah seorang perempuan(nenek moyang, leluhur orang Lewoeleng) yang dahulu hidup di kampung Lewoeleng dan yang pertama kali menenun. Jadi ina boi adalah Ibu atau perempuan yang menenun. Yang menenun dan merenda kehidupan. Kelompok ina boi ini dibentuk atas inisiatif beberapa perempuan Lewoeleng pada tahun 2015 yang diketuai oleh ibu Maria Kristina Kewa dan beranggotakan lima belas (15) orang perempuan. Kelompok ini berjalan dan bermodalkan uang tiga puluh ribu (30.000) per anggota setiap bulan. Dalam perjalanan kelompok ini kurang mendapat perhatian dan mengalami kendala karena berbagai hal, sehinga anggotanya mengundurkan diri dan menjadi mogok.
Berkat ketekunan mereka, pada Oktober 2019 kelompok ini mendapatkaan perhatian dari pemerintah desa Lewoeleng, pemerintah kecamatan hingga ke kabupaten Lembata, ketua kelompoknya diutus untuk mengikuti pelatihan di luar kabupaten, dan kelompok ina Boi diresmikan oleh pemerintah kabupaten. Hingga pada Januari 2020 anggota aktif kelompok tenun ini tersisa delapan (8) orang dan mempunyai kelmpok binaan anak-anak berumur 15 tahun, yang masih duduk di SMP kelas VIII sebanyak 6 orang. Tenun ikat yang dihasilkan oleh kelompok ini berfariasi dan bermotif asli kabupaten Lembata, khususnya desa Lewoeleng, di mana motif yang melambangkan persatuan dan kesatuan. Tenun ikan yang dihasilkan berupa sarung/kwatek/wahte, nowing dan selendang.
Gambar. Selendang dan Nowing yang sudah jadi
Menurut Mama Yuliana Kewa ketika ditemui, yang adalah salah satu angota, waktu untuk menghasilkan satu buah sarung atau kwatek/wahte sekitar 3 hari, dan nowing dibutuhkan waktu 2 hari, sedangkan selenndang dalam 1 hari bisa menghasilkan 4 buah selendang. Proses penjualan satu buah Nowing berkisar sekitar tiga ratus ribu per buah dan kwatek/wahte berkirar sekitar empat ratus ribu per buah tergantung model motifnya sedangkan selendang dijual dengan harga lima puluh ribu per buah. Selama ini proses pembuatan masih mengunakan benang yang didatangkan dari tokoh. Dalam rencana mereka kedepannya, tenunan akan dihasilkan dari bahan-bahan tradisional, berupa benang yang terbuat dari kapas, pewarna dari bahan alam. Mereka juga bermimpi untuk duduk dan menenun di rumah, gedung atau tempat yang layak.
Menurut Ibu Maria Kristina Kewa, untuk dapat bekerja dan menghasilkan tenunan yang baik. Perempuan-perempuan yang ada didalam kelompok tenun ikat Ina Boi harus bekerja dengan filosofi Ina Boi itu sendiri yaitu harus tekun dan setia terhadap pekerjaan seperti ina, perempuan atau ibu yang tidak pernah kenal lelah dalam menenun dan merenda kehidupan. Harus hidup rukun dan damai dalam rasa persaudaraan, seperti perempuan pertama Lewoeleng bernama ina boi yang dahulu kala telah bersusah payah meretas nilai-nilai persatuan dan persudaraan melalui motif tenunan yang dirajut dengan benang-benang kasih. Menenun dengan hati yang damai, menenun dengan cinta, ceria dan gembira, tidak boleh ada permusuhan sehingga tenunan yang dihasilkan bekualitas baik. Harus jujur dan terbuka terhadap setiap anggota kelompok, sebab jika tidak jujur mata dan hati kita akan buta terhadap warna-warni zat pewarna dan benang-benang akan sulit dipintal dan dirajut maka tenunan yang dihasilkan menjadi tidak beraturan.
Salam dari Kampung Langit, Lewu Eling!
Salam dari Kampung Langit, Lewu Eling!
Comments
Post a Comment