Skip to main content

Kan Tidak Enak Kalau Mati KonyolBercerita Yuk!

Kan Tidak Enak Kalau Mati Konyol
Bercerita Yuk!


Setiap perjalanan atau pengalaman  mempunyai kisahnya atau ceritanya sendiri-sendiri, ada cerita bahagia yang membuat kita tertawa bersama, ada cerita sedih yang membuat kita muram sembari meneteskan air mata dan kehilangan semangat, tetapi mesti kuat dan berdiri lagi, ada cerita menarik lainnya yang membuat kita terharu dan terus membekas di lubuk hati. 
Sebuah kisah akan ada dan terus hidup kalau diceritakan dengan baik dari waktu ke waktu. Entahlah kalimat ini diucapkan oleh siapa pada mulanya, terima kasih kepada siapa yang pertama kali mengungkapkan kalimat ini. 

Pada kali ini saya akan menulis sedikit pengalaman. Suka atau tidak suka yah silahkan, yang terpenting saya berusaha menulis walaupun tidak sempurna, agar saya tidak hidup sia-sia begitu saja makan-tidur-bangun-berak-mandi-bersolek-belanja, makan dan tidur lagi. Yah sudahlah. Jangan jadi bijaksana di sini. Setiap orang mempunyai caranya masing-masing untuk menikmati hidup, mencintai hidup, dan bekerja untuk hidup, membuat dirinya menjadi tidak sia-sia dihadapan alam semesta ini yang fana ini. Oh iya, agar tidak terlalu bertele-tele kita akan masuk pada ceritanya. 

Memasuki dunia kampus pada awalnya mengasyikan, teman-teman baru, menyandang titel mahasiswa, masyarakat intelektual dan lain-lainnya, yang pernah duduk di bangku kuliah pasti tahu hal ini. Setelah beberapa semester, akan ada perasaan jenuh, dan kemalasan-kemalasan akan menghampiri. Kemalasan akan ada bila kita tidak kreatif dan malas berpikir. Yah sudahlah semua orang punya caranya masing-masing mencintai hidup.
Proses terus berjalan hingga tiba pada tahap yang bernama Kuliah Kerja Nyata(KKN), semua mahasiswa yang berhak menjalankan KKN berlomba-lomba mendaftarkan diri dan memilih lokasi terbaik, termasuk saya. Ada perasaan legah karena tidak ada lagi perkuliahan di dalam kelas, yang membosankan, berhadapan dengan layar lebar, tugas-tugas menumpuk, dan menjadi mahasiswa yang 'tunduk', ah menyebalkan memang! 
Pengalaman Kuliah Kerja Nyata (KKN) menjadi hal yang menyenangkan.

**
Tibalah saatnya kami berangkat ke lokasi KKN, di sebuah desa yang berjarak 25 km dari kota tempat kuliah kami. Dengan menumpangi bis kayu yang ful musik, kami tidak terlalu menikmatinya, karena berpisah dengan teman-dekat, dan beberapa alasan sepele yang mendasari itu.  Di depan dan samping kiri kanan saya ada teman-teman saya yang pada kesempatan tak banyak bercerita, dan hanya tersenyum ketika kami beradu pandang, dengan teman-teman baru, karena kami dibagi dan berbaur dari masing-masing program studi.
Jalan berbatu tidak menjadi halangan bagi om supir untuk mempercepat dan memperlambat deru bis.

Setibanya di Desa KKN, Desa Wolomasi-Detusoko-Ende kami diterima dan dibagi ke rumah-rumah masyarakat, situasi semakin kaku dengan orang baru, suasana baru dan berbagai hal yang membuat kami kaku, dan tidak banyak bicara. Tetapi semuanya itu hilang bagai hujan menghapus debu, sirna dihalau penerimaan, keikhlasan, senyum, tutur kata tuan rumah. Komunikasi menjadi lancar, aktivitas di rumah bahkan di kebun kami lewati dengan penuh kegembiraan. Bagun pagi dan menemukan teh  dari sana kami pelajari Kebiasaan, adat, situasi sosial yang berbeda semuanya telah menjadi ruang belajar untuk kami.

Hari-hari terlewati, siang yang panas bercampur dingin, malam semakin dingin, menambah sunyi,  dilewati dengan gigil yang tabah.
Kami terus berkumpul, berbaur bersama teman-teman dan masyarakat di desa untuk menyukseskan program kerja yang kami rencanakan. Walaupun dalam perjalanan sebagai manusia yang rapuh ada perasaan jengkel, marah dan kesal di antara teman-teman, tetapi semuanya dapat dihalau dengan kelucuan-kelucuan yang secara sengaja dan tidak sengaja diciptakan oleh teman-teman agar tidak ada wajah-wajah muram di antara kami. Terima kasih untuk hal kecil ini.

 Keakraban bersama masyarakat semakin terasa berbaur bersama, bercerita berbagi pengalaman, kekeluargaan semakin terasa dalam ketulusan menghidang-kan makan siang, pisang rebus, sambal terasi, moke dan kelapa muda. Suasana persaudaraan bertambah bersama alunan lagu yang didendangkan bersama iringan dawai gitar yang dipetik, walau tidak selincah para musisi, semuanya mengalir begitu indah. Indah sekali!
Kemudian ada yang jatuh cinta, dan tak akan ada jawaban bila ada yang bertanya, mengapa jatuh cinta. Seperti ada syair lagu, cinta karena cinta. Tetapi kisah cinta di Desa KKN kami Desa Wolomasi-Ende, tidak seheboh kisah KKN Desa Kenari. 


Minggu berganti dengan cepat waktu satu bulan telah selesai tidak terasa. Kata pulang semakin berat untuk disebut. "Aku Lara Mo Walo e" (Rasa macam tidak mau pulang e). Semua kami ramai-ramai mengucapkan kalimat itu. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa semuanya pasti ada akhirnya.
Tibalah saatnya ketika ada ungkapan kalimat "ada pertemuan maka ada perpisahan", semuanya hening, air mata berderai, di malam perpisahan. Ucapan terima kasih, permohonan maaf, dan tidak lupa dukungan didaraskan dari beberapa pihak terdengar begitu tulus. Kami lalu pulang diiringi derai tangis dan lambaian tangan sembari berkata "Wolomasi dekat saja, ada waktu datang pesiar, jangan lupa bulan Oktober datang ikut pesta adat". 
Bus kayu melaju perlahan-lahan meninggalkan  desa Wolomasi, lambaian tangan semakin menghilang dari pandangan dan kami menyimpan kenangan di benak masing-masing.

Akhirnya, bersama tulisan sepele ini saya bersama dua puluh satu teman lainya mengucapkan limpah terima kasih kepada bapak dan mama asuh, semua warga desa Wolomasi yang sudah dengan ikhlas menerima kami, memberikan cinta dan perhatian kepada kami. Terima kasih telah menjadi ruang belajar untuk kami. Terima kasih untuk setiap gelas kopi panas yang sudah disiapkan diatas meja, sebelum kami bangun. Segala kebaikan kalian telah dicatat-NYA dengan tinta emas. 
Kalau ada sumur di ladang boleh kita menumpang mandi kalau ada umur yang panjang boleh kita berjumpa lagi.

Ende, September 2019.


*tulisan ini telah dimuat di tabeite.com

Comments

Popular posts from this blog

ASAL MULA PESTA KACANG DI LAMAGUTE

  ASAL MULA PESTA KACANG DI LAMAGUTE Karya: Fransisco Emanuel Olaraya Witak Siswa Kelas IX SMPK. St. Pius X Lewoleba Sayembara dimulai, semua orang berusaha menebak apa nama pohon yang tumbuh di tengah kampung itu, ketika semua orang hiruk pikuk munculah salah satu pemuda dan mengacungkan tangannya, hendak menjawab sayembara itu. Ia pun diberi kesempatan untuk menjawab, dengan penuh rasa percaya diri ia melangkah ke depan berdiri di tengah namang dan berujar: “..........”. Tepatlah di sebuah perkampungan yang terletak di Pulau Solor Kabupaten Flores Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur, nama kampung itu adalah Pamakayo. tumbuhlah sebuah pohon, pohon itu tinggi tak seberapa dan berkilauan daunnya. Semua warga di kampung itu tidak mengetahui nama pohon itu siapa yang menanamnya. Hanya ada satu orang saja yang mengetahui nama pohon itu, dia adalah Tuan Raja pemimpin kampung atau kepala kampung itu. Sebagai Tuan Raja, ia pun membuat sayembara untuk menebak nama pohon itu. Ia ...

RITUAL GA KLOBONG; PROSES MEMBANGKITKAN SPIRIT UNTUK MENENUN

Ket: proses memasak minyak kelapa murni Ga Klobong adalah sebuah ritual adat yang dilaksanakan sebelum aktivitas menenun sarung. Ga klobong diambil dari bahasa daerah Lamaholot-Leragere, yakni Ga yang berarti makan dan Klobong yang adalah sebutan untuk kelompok model motif yang dibagi berdasarkan garis keturunan Ibu. Kelompok yang dibagi menjadi dua bagian yakni Klobong Mori atau Motif Hidup dan Klobong Mating atau Motif Mati. Ritual adat ini diyakini sebagai proses pembersihan, penguatan diri dan penyegaran diri serta membangkitkan kembali roh untuk menenun, oleh masyarakat Leragere Kecamatan Lebatukan Kabupaten Lembata Propinsi Nusa Tenggara Timur pada umumnya dan terkhusus oleh masyarakat desa Lewoeleng. Masyarakat Lewoeleng juga yakin bahwa ritual Ga Klobong akan memperlancar segala aktivitas dan proses menenun serta sebagai momen yang membangkitkan spirit untuk menghasilkan motif tertentu yang baru dengan tekstur yang berkualitas sebagaimana yang diidealkan. Menyadari bahwa...