Skip to main content

Ibu-Ibu dan Harapan yang Dibawa Pergi Subuh di Hari

Ibu-Ibu dan Harapan yang Dibawa Pergi Subuh di Hari

Setiap orang pasti mempunyai harapan untuk segala sesuatu yang ia inginkan. Bagi seorang mahasiswa dia akan berharap bahwa kuliahnya baik-baik, IPKnya memuaskan, dan akan selesai tepat waktu, bagi seorang guru dia berharap akan mencerdaskan anak didiknya, bagi seorang penyair dia berharap bisa membuat puisi yang baik, bukan sekedar baik tetapi puisi yang membuat pembacanya bergetar. Dan berlaku bagi siapa saja, bagi yang diberi cap dalam masyarakat atau teman-teman tidak baik dia akan berharap bahwa dia berbuat sesuatu untuk menjadi baik dihadapan orang lain. Dan lain-lainnya.
Begitu pula harapan yang dibawa oleh Ibu-Ibu setengah baya yang pergi ke pasar membawa barang jualannya ke pasar. Ibu-ibu ini akan berharap bahwa barang jualan-nya bisa habis terjual, bisa membeli sarapan pagi di pasar, dan lebih dari itu adalah bisa pulang di sore hari dengan membawa uang hasil dari barang yang mereka jual.

Foto: Mama Emi di depan rumah adat.

Mereka tinggal di sebuah kampung yang jaraknya sekitar dua puluh lima kilometer dari pasar dengan kondisi jalan menuju kampung yang sempit dan berkerikil. Kampung yang dingin, dipenuhi pohon cengkeh, pohon coklat dan kemiri, sebagai penghasilan petani dari kampung mereka. Nama kampung mereka adalah Wolomasi. Yang berada di kecamatan Detusoko Kabupaten Ende. Kampung tempat saya dan teman-teman dari kampus melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN), sebuah mata kuliah yang harus dilaksanakan. Kami juga datang membawa harapan.

Sore hari sebelum malam datang berganti subuh, mereka telah menyiapkan barang bawaannya, yang disimpan di dalam karung, ada yang di dalam wadah berupa baskom dan diikat dengan serbet. Semuanya disiapkan dan dititip di satu tempat (emperan rumah) agar memudahkan mereka ketika subuh tiba dan bunyi nyaring klakson pick up datang menjemput mereka. Mereka mempersiapkan semuanya dengan baik sebelum subuh, semisal anak sekolah yang belajar matematika dan memasang rumus agar mendapat hasil yang tepat. 

Seorang Ibu yang tidak mau disebutkan namanya di sini, sore tadi ketika saya hampiri dan bertanya: "Mama besok mau turun ke pasar Wolowona ka?"
Dengan senyum kecil di bibir ia menjawab: Iya Ine.
"Besok berangkat jam berapa Mama"?
"Jam tiga subuh ine".
"Biasanya tiba di pasar Wolowona jam berapa Mama?"
"Jam lima pagi begitu Ine, dingin na dalam oto tu ine". Dia menjawab sambil terus merapikan ikatan serbetnya.

Malam begitu larut dengan suasana dingin yang semakin bertambah, subuh pun tiba dengan dingin yang semakin menusuk. Semuanya itu tidak menjadi halangan bagi mereka. Demi harapan yang mereka rapalkan. Bangun lalu menyiapkan diri, menunggu kendaraan datang untuk menjemput mereka. 

Demikian pula dengan supir pick up yang mungkin tidurnya tidak nyenyak semalam atau memasang alarm nya setiap hari agar tidak terlambat untuk datang menjemput orang-orang Wolomasi menuju ke pasar. Mungkin Si supir juga mempunyai harapan, bahwa dia akan mendapat penumpang yang cukup, bisa menghantar mereka dengan selamat ke tempat tujuan, bisa membeli makanan untuk sarapan pagi, dan di sore hari dia akan pulang membawa uang yang cukup bagi istri dan anak-anak di rumah.

Jam tiga subuh, deru pick up datang, dengan nyaring klakson memanggil, Ibu-ibu bergegas keluar rumah dengan suami yang setia mengunci lagi pintu rumah, deru kendaraan pergi diiringi dengan kokok ayam jantan pertanda pagi dan harapan baru. 
Tuhan Begitu Baik!



Wolomasi, Jumad 02 Agustus 2019.

*Tulisan ini telah dimuat di media cetak Ekora NTT edisi Rabu 08 Agustus 2019.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

ASAL MULA PESTA KACANG DI LAMAGUTE

  ASAL MULA PESTA KACANG DI LAMAGUTE Karya: Fransisco Emanuel Olaraya Witak Siswa Kelas IX SMPK. St. Pius X Lewoleba Sayembara dimulai, semua orang berusaha menebak apa nama pohon yang tumbuh di tengah kampung itu, ketika semua orang hiruk pikuk munculah salah satu pemuda dan mengacungkan tangannya, hendak menjawab sayembara itu. Ia pun diberi kesempatan untuk menjawab, dengan penuh rasa percaya diri ia melangkah ke depan berdiri di tengah namang dan berujar: “..........”. Tepatlah di sebuah perkampungan yang terletak di Pulau Solor Kabupaten Flores Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur, nama kampung itu adalah Pamakayo. tumbuhlah sebuah pohon, pohon itu tinggi tak seberapa dan berkilauan daunnya. Semua warga di kampung itu tidak mengetahui nama pohon itu siapa yang menanamnya. Hanya ada satu orang saja yang mengetahui nama pohon itu, dia adalah Tuan Raja pemimpin kampung atau kepala kampung itu. Sebagai Tuan Raja, ia pun membuat sayembara untuk menebak nama pohon itu. Ia ...

RITUAL GA KLOBONG; PROSES MEMBANGKITKAN SPIRIT UNTUK MENENUN

Ket: proses memasak minyak kelapa murni Ga Klobong adalah sebuah ritual adat yang dilaksanakan sebelum aktivitas menenun sarung. Ga klobong diambil dari bahasa daerah Lamaholot-Leragere, yakni Ga yang berarti makan dan Klobong yang adalah sebutan untuk kelompok model motif yang dibagi berdasarkan garis keturunan Ibu. Kelompok yang dibagi menjadi dua bagian yakni Klobong Mori atau Motif Hidup dan Klobong Mating atau Motif Mati. Ritual adat ini diyakini sebagai proses pembersihan, penguatan diri dan penyegaran diri serta membangkitkan kembali roh untuk menenun, oleh masyarakat Leragere Kecamatan Lebatukan Kabupaten Lembata Propinsi Nusa Tenggara Timur pada umumnya dan terkhusus oleh masyarakat desa Lewoeleng. Masyarakat Lewoeleng juga yakin bahwa ritual Ga Klobong akan memperlancar segala aktivitas dan proses menenun serta sebagai momen yang membangkitkan spirit untuk menghasilkan motif tertentu yang baru dengan tekstur yang berkualitas sebagaimana yang diidealkan. Menyadari bahwa...

Kan Tidak Enak Kalau Mati KonyolBercerita Yuk!

Kan Tidak Enak Kalau Mati Konyol Bercerita Yuk! Setiap perjalanan atau pengalaman  mempunyai kisahnya atau ceritanya sendiri-sendiri, ada cerita bahagia yang membuat kita tertawa bersama, ada cerita sedih yang membuat kita muram sembari meneteskan air mata dan kehilangan semangat, tetapi mesti kuat dan berdiri lagi, ada cerita menarik lainnya yang membuat kita terharu dan terus membekas di lubuk hati.  Sebuah kisah akan ada dan terus hidup kalau diceritakan dengan baik dari waktu ke waktu. Entahlah kalimat ini diucapkan oleh siapa pada mulanya, terima kasih kepada siapa yang pertama kali mengungkapkan kalimat ini.  Pada kali ini saya akan menulis sedikit pengalaman. Suka atau tidak suka yah silahkan, yang terpenting saya berusaha menulis walaupun tidak sempurna, agar saya tidak hidup sia-sia begitu saja makan-tidur-bangun-berak-mandi-bersolek-belanja, makan dan tidur lagi. Yah sudahlah. Jangan jadi bijaksana di sini. Setiap orang mempunyai caranya masing-m...