Perihal Pulang dan Cinta
Oleh: Milla Lolong
Agustus pun hendak berakhir kala itu pucuk-pucuk mengering ,karena panas membakar, pohon-pohon kerdil, ranting-ranting pun seakan tak berhelai, kerikil-kerikil semakin tajam saja di injak oleh kaki pejalan kaki, yang pergi memburu rasa. Senja sudah memeluk gelap. Pertanda malam tiba dan liburan berakhir, Julia yang waktu itu berlibur di kampungnya menjadi gelisah, Julia mesti pulang pada tempat dimana dia mamahat aksara, mengejar cita pun cinta. Sehari sebelumnya ia sibuk sekali mengemas pakainannya barangg-barang yang hendak ia bawa serta tak lupa pesan-pesan yang disampaikan sahabat kenalannya. Salah satu teman lamanya ah bukan kekasih lamanya berpesan; pergilah kejarlah citamu baik-baik, jangan terlalu lama di luar sana dengan hal-hal yang tidak penting bagimu, Julia membaca isi pesan itu di ponselnya dan mengucapkan terima kasih kepada kekasih lamanya itu. Mantan kekasih.
Tidak hanya itu kekasinya yang sekarang juga gelisah karena kepergian julia dan banyak berpesan, bahkan hari-hari sebelum Julia berangkat mereka sering bertemu dan bercinta di tempat terang maupun gelap, disiang hari maupun di malam hari. Di tengah keramainan pun di tempat paling rahasia. Darinya Julia tahu bayak hal tentang kehidupan. Itulah alasanya kenapa kekasih julia begitu khawatir dan gunda dengan kepergian Julia. Sebut saja cinta mereka sehabis-habisnya.
Di rumahnya Julia juga terlihat, mamanya Julia begitu sibuk menyiapkan segala sesuatu yang hendak Julia bawa pergi. Dari jagung titi hasil usaha mamannya Julia di subuh tadi sampai-sampai simpul jemari mamanya berurat dan memar kerena kecapaian. Hingga sedikit beras yang ia tumbuk di lesung, ikan asin yang ia barterkan di pasar siang itu dengan buah nenas hasil kebun yang ia rawat dengan penuh harapan, doa, cinta dan air mata, lalu mamanya Julia membunkus semuanya itu menyimpan degan cinta berbalur air mata pula.
Di dapur sana terlihat asap sedikit mengepul, Julia sibuk sekali memasak, mempersiapkan makan siang sebagai makan perpisahan dengan saudara-saudaranya dan kenalannnya karena memang budaya di kampung tempat tinggalnya seperti itu, setiap siapa saja yang hendak pergi jauh entah untuk apa disana, harus berkumpul sehari sebelumnya, bercengkrama, tak lupa menyampaikan pesan-pesan kecil dan makan bersama, seperti yang dialami Julia itu.
Malam itu mamanya Julia berpesan, nak hidupah disana baik-baik, belajarlah, bergunalah bagi sesamamu, jika kelak waktunya berahkir, kembalilah masih banyak yang engkau mesti selesaikan di sini. Ayahmu semakin tua, sakit-sakitan tak kuat bekerja lagi, sedang adik-adikmu membutuhkan biaya untuk sekolah mereka. Julia memeluk mamanya tampak mata mamanya berbinar-binar, lalu mmeneteskan air mata.
Lagi-lagi sebelum tidur malamnya, diam-diam Julia mengintip, dari simpul jemari yang rentah dan letup bibirnya mamanya ada bisikan paling keramat kemudia ayah Julia mengamininya. Tanpa disadarinya tiba-tiba Julia meneteskan air mata. Ia kembali lalu tidur. Nyenyak atau tidak, bermimpi atau tidak, entalah.
Keesokan harinya ketika hendak pergi, dari jauh terdengar deru kendaraan melaju lalu berhenti tepat di depan rumah Julia, Julia memeluk ayahnya, juga mamanya lalu masing-masing(ayah dan mama Julia) membasahi jempol lalu mengusapnya pada kening Julia. Ayahnya membelai rambut Julia dan sedikit berbisik kepada Julia dan masing-masing mengusap air mata. Julia melangkahkan kakinya keluar, mamanya menatap dari balik tirai jendela sambil mengusap air mata. Tetapi sambil tersenyum. Ah begitu besar cinta, harapan serta doa yang Julia bawa pergi. Hingga betapapun sedang menyeka air mata tetapi sambil tersenyum. Itulah cinta yang bagi julia dan kekasihnya, julia mencintai mula-mula hinngga dua puluh lima purnama pergi. Cinta mamanya sebelum dan sesudah julia ada.
Comments
Post a Comment