NEGERI DONGENG
Oleh Milla Lolong
Menurut ceritera, bulan mei adalah bulan berdarah, bulan paling malang bagi umat manusia, ada kematian paling pilu, ada pemerkosaan. Di bulan mei ada banyak sekali peristiwa-peritistiwa yang menyenangan sekaligus menyedihkan menurut berita di koran, televisi dan dunia maya seperti akun facebook yang saya baca dan nonton ada banyak sekali peristiwa yang terjadi di sebuah negeri,sebut saja negeri dongeng . Mulai dari paling pusat ada berita tentang korupsi e-KTP, menjatuhkan vonis pada seorang ako yang menurut cerita dia berasal dari negeri Hongkong, setelah menjatuhkan vonis ramai-ramai menyalakan seribu lilin, ungkapan peduli. Kemudian yang paling menghebohkan di bulan mei itu adalah bom bunuh diri yang katannya dilakukan oleh orang-orang bertopeng di sebuah kampung melayu. Dan peristiwa lainnya peti mati yang dikirim dari luar negeri menuju ke suatu daerah. Katanya isi peti mayat itu adalah mereka yang pergi mencari nafka di luar negeri, karena di negerinya kemiskinan meraja lela, tidak ada keadilan sosial di daerah mereka. Lalu ada peristiwa yang terjadi disebuah kampung di pelosok, sebut saja peristiwa konyol. Di kampung itu hidup mereka saling tikung menikung, menggauli pelayan-pelayan, hingga perempuan diseret dan divonis di depan kuil suci. Katanya untuk memulihkan nama baik. Itu saja peristiwa yang bisa kusebutkan, yang terjadi di bulan mei. Memang mei bulan malang bagi negeri dongeng.
Setelah tiga puluh satu hari terlewati di mei datanglah juni yang adalah bulan gemini, bulan lahir pembesar-pembesar di negeri dongeng pun para pecinta, dan para pembangkang, pada tanggal pertama di bulan itu adalah lahirnya dasar negeri dongeng, sunggu bulan ini membawa berkah.
Di sebuah tempat mulai dari petani-petani, para pemulung sampah, dan oemar bhakti pun ikut datang dari kampung turun ke kota untuk merayakan hari partama pada bulan juni. Saya melihat Kewa dan ibunya dari kampung berjalan bergandeng memakai pakaian adat daerahnya, dari sudut kota itu terdengar seruan dari yang muda mudi sampai pada orang tua. “Saya Idonesia,,,,!!, saya Pancasila...!!
Kewa yang tidak tahu apa-apa tentang itu spontan mengajak ibunya untuk ikut berseru demikian.
Begitu juga dengan para pemuda dan pemudi di kota itu, di status facebook semua menyerukan kalimat yang sama sampai-sampai terlalu cinta dengan negerinya mereka memasang foto burung garuda sebagai foto DP di bbm dan facebook. Ada juga ungkapan dari anak muda di kota itu, ungkapan mencintai dasar negara dengan menyanyikan lagu, menulis sajak, puisi prosa di akun facebook mereka. Pun para pujangga kota itu saling menghujat dengan kekata. Mereka cinta dasar negara mereka. Kewa dan ibunya juga. Berbagai kegitan di lakukan di kota itu sebelumya ada jeritan malam di pelataran keramat tempat para pembesar mangilhami dasar negara. Ada penyanyi dari luar kota datang dengan tampilan terbarunya bernyanyi memecah suasana, gegap gempita memberikan dukungan atas kecintaan mereka terhadap dasar negaranya. Setelah semuanya selesai pembesr-pembesar di kota itu bergegas menuju mobilnya masing dan pulang. Begitupun dengan pemuda dan pemudi kota itu. Mereka pergi meninggalkan sampah-sampah plastik yang berserakan di tempat itu, pelataran yang konon adalah tempat suci. Dan pemulung dari kampung yang tadi datang lalu memungut sampah-sanpah itu, untuk dibawa pergi. Entah
Kewa dan ibunya masih berada di tempat itu. Pelataran suci itu. Kewa memandang sekelilingnya, mengangkat wajah menatap ibunya lalu ada butir bening yang mengalir dari sudut matanya. Kewa menangis. Air mata kewa mengalir deras membasahi pipi merah mudanya. Mungkin hatinya terkoyak juga.
Ibu....Kewa menjerit sembari bertanya pada ibunya: inikah pancasila?,Inikah keadilan sosial?, inikah negeri yang mereka cinta?, Yang mereka sebut melagit? Sedang pelataran yang konon disebut sebagai tempat para pembesar mengilhami dasar negara mereka nodai degan sampah-sampah. Mereka tidak mencintai negeri ini. Negeri dongeng.
Ibu Kewa tidak menjawab dan hanya meneteskan air pada mata. Hari pun semakin tua, senja memerah hendak menjemput malam. Kewa dan ibunya bergegas pulang. Menghilan bersama kelebat bayang-bayang pekat.
Oh ...negeri dongeng.
Comments
Post a Comment